Belanja Modal PGE Naik Drastis Jadi Rp 3,8 T, buat Apa Saja?

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), emiten anak usaha PT Pertamina (Persero) di bawah Subholding Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar US$ 250 juta atau Rp 3,8 triliun (kurs Rp 15.300) pada 2023.

Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) Nelwin Aldriansyah menyatakan belanja modal pada 2023 dianggarkan sebesar US$ 250 juta, naik 316,67% dibandingkan dengan belanja modal pada 2022 sebesar US$ 60 juta.

“Penggunaan belanja modal pada 2023, di antaranya untuk pemeliharaan dan operasi wilayah kerja (WK) panas bumi yang sudah yang ada, pembangunan pembangkit listrik tambahan 55 MW di WK Lumut Balai, dan pembangunan infrastruktur pendukung tambahan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (20/3/2023).

Nelwin menyebutkan WK Lumut Balai Unit 2, yang saat ini konstruksi pembangkitnya masih berjalan, diharapkan dapat beroperasi secara komersial pada 2024. Sebagai salah satu perusahaan panas bumi dengan kapasitas terpasang terbesar di dunia, Pertamina Geothermal Energy siap berinvestasi US$ 1,6 miliar dalam lima tahun ke depan guna mendukung peningkatan kapasitas terpasangnya yang dioperasikan sendiri sebesar 600 MW, dari 672 MW pada 2022 menjadi 1.272 MW pada 2027.

“Kunci untuk mendukung pertumbuhan pendapatan perseroan adalah peningkatan dan pertumbuhan kapasitas terpasangnya. Untuk mendukung pertumbuhan kapasitas terpasang yang dioperasikan sendiri sebesar 600 MW itu, perseroan sudah merencanakan investasi baru, yang total nilainya US$ 1,6 miliar,” ungkapnya.

Selanjutnya, pada 2024, Pertamina Geothermal Energy menyiapkan investasi baru senilai total US$ 350 juta. Jika ditotal, PGE menyiapkan investasi US$ 1,6 miliar sepanjang 2023-2027.

Berdasarkan data ThinkGeoEnergy 2023, kapasitas terpasang panas bumi dunia pada 2022 mencapai 16.127 megawatt (MW), dengan Amerika Serikat sebagai negara dengan kapasitas terpasang terbesar 3.794 MW, disusul Indonesia (2.356 MW), dan Filipina (1.935 MW).

Adapun, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mencatat realisasi kapasitas terpasang dari sumber energi baru terbarukan (EBT) hingga 2022 mencapai 12.557 Megawatt (MW), lebih dari target sebesar 12.529 MW. Dari jumlah tersebut, 8.680 MW merupakan PLT EBT ongrid atau tersambung dengan jaringan listrik PLN, dan selebihnya atau 3.877 MW adalah PLT EBT offgrid.

Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan secara rinci, kapasitas terpasang EBT di 2022 terdiri dari PLT Bayu 154,3 MW, PLTS (271,6 MW), PLT Bioenergi (3.086,6 MW), PLT Panas Bumi (2.355,4 MW), dan PLT Air (6.688,9 MW).

Sementara itu, pada 2023, lanjut Dadan, kapasitas pembangkit mencapai 12.925 MW, terdiri dari PLT Bayu 154,3 MW, PLT Surya (432,6 MW), PLT Bioenergi (3.144,8 MW), PLT Panas Bumi (2.368,4 MW), dan PLT Air (6.852,2 MW).

Dari total kapasitas terpasang energi panas bumi sebanyak 2.356 MW tersebut, PGE saat ini mengelola 13 wilayah kerja panas bumi dengan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 MW. Rinciannya, sebanyak 672 MW dikelola langsung dan 1.205 MW melalui operasi bersama (join operation contract).

Adapun, kapasitas PLTP 672 MW (own operation) itu dibangkitkan dari 6 area, yaitu Kamojang 235 MW (Jawa Barat), Lahendong 120 MW (Sulawesi Utara), Ulubelu 220 MW (Lampung), Sibayak 12 MW (Sumatera Utara), Karaha 30 MW (Jawa Barat), dan Lumut Balai 55 MW (Sumatera Selatan).

Pertamina Geothermal Energy memiliki rekam jejak kinerja keuangan yang solid. Pendapatan perseroan mencapai US$287 juta hingga akhir kuartal III/2022 atau tumbuh 3,9% year-on-year (yoy).

Rapor pertumbuhan pendapatan ini melanjutkan tren positif kinerja top line perseroan dalam 3 tahun terakhir atau pada rentang 2019-2021. Tercatat, pendapatan tiap tahunnya yakni US$328 juta pada 2019, US$354 juta pada 2020, dan US$369 juta pada 2021.

Sejalan dengan pertumbuhan pendapatan, PGE membukukan kenaikan laba bersih signifikan 67,8% secara tahunan menjadi US$111 juta pada September 2022. Net profit margin (NPM) juga melesat dari 24% pada kuartal III-2021 menjadi 38,8% per akhir kuartal III-2022.