Bantuan China & Eropa Tidak Berdampak, Harga Batu Bara Kembali Anjlok

Pelemahan Harga Batu Bara Menunjukkan Koreksi Pasar Energi

Harga batu bara kontrak bulan September kembali mengalami pelemahan dalam dua hari terakhir. Pasar telah menyaksikan harga pasir hitam mengalami penurunan selama 12 hari perdagangan beruntun. Namun, kali ini penurunan harga ini cukup mencolok karena berhasil menembus level psikologis kunci di bawah angka US$ 160.

Mengutip data dari Refinitiv, harga kontrak batu bara ICE Newcastle untuk bulan September akhirnya ditutup pada posisi US$ 156 per ton, mencatat penurunan sebesar 2,04% pada perdagangan Kamis (24/8/2023).

Koreksi harga ini menunjukkan adanya pembalikan arah setelah harga batu bara mencatat rekor penguatan selama 12 hari berturut-turut. Rekor tersebut menciptakan sejarah tersendiri, mengalahkan rekor sebelumnya yang terjadi pada Desember 2009.

Namun, perlu dicatat bahwa rekor penguatan harga batu bara sepanjang 12 hari ini bukanlah yang pertama kalinya. Pada akhir Desember 2010, hal serupa pernah terjadi setelah rekor penguatan sepanjang 12 tahun terakhir. Meskipun pada tahun 2022, harga batu bara mengalami lonjakan yang signifikan, namun tidak mampu mempertahankan tren penguatan selama 12 hari berturut-turut. Rekor penguatan terpanjang pada saat itu hanya mencapai sepuluh hari.

Tren pelemahan harga batu bara ini tampaknya berlawanan dengan sentimen positif yang sebelumnya mendukung pasar komoditas energi ini. Salah satu faktor pendukung adalah permintaan yang diharapkan meningkat akibat cuaca panas di beberapa negara.

Tiongkok, misalnya, tengah menghadapi suhu yang sangat tinggi, terutama di bagian utara, dengan suhu mencapai 35 derajat Celsius atau bahkan lebih. Fenomena ini bahkan tercatat sebagai jumlah suhu tinggi terbanyak dalam sejarah pencatatan meteorologi di beberapa wilayah, termasuk Beijing.

Penyebab utama dari kenaikan permintaan listrik adalah penggunaan alat pendingin ruangan yang semakin melonjak. Hal ini membuat permintaan listrik mencapai puncaknya selama musim panas.

Di India, penurunan harga batu bara justru datang bersamaan dengan sentimen positif. Pemberlakuan operasi penuh untuk pembangkit listrik berbasis batu bara yang diimpor hingga akhir Oktober akan membantu mengimbangi lonjakan permintaan listrik di negara ini. Pada tanggal 17 Agustus 2023, permintaan puncak listrik di India bahkan mencapai rekor baru sebesar 234 GW, melebihi proyeksi Otoritas Listrik Pusat (CEA).

Kondisi ini berpotensi membuka peluang baru bagi peningkatan impor batu bara, yang pada akhirnya akan memberikan tekanan lebih lanjut pada harga.

Dari Eropa, industri batu bara juga menerima berita positif. Pemerintah Perancis telah mengumumkan keputusan untuk memperpanjang jam operasional pembangkit listrik berbasis batu bara hingga akhir tahun depan. Keputusan ini diambil setelah melalui konsultasi publik dan dianggap diperlukan untuk menjaga pasokan listrik dalam situasi yang luar biasa.

Langkah ini mencerminkan persiapan Eropa dalam menghadapi musim dingin yang memerlukan konsumsi energi lebih tinggi. Kenaikan permintaan ini berpotensi mempengaruhi harga dan membawa dampak positif bagi industri pembangkit listrik.

Namun, sementara harga batu bara merosot, harga komoditas energi lainnya seperti gas alam justru mengalami fluktuasi. Berita tentang potensi pemogokan di Woodside Energy telah memberikan sentimen negatif pada harga gas alam sebagai alternatif batu bara. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) terkoreksi tajam dan bahkan menembus level psikologis EUR 40 per MWh.

Dengan begitu, pasar energi terus mengalami pergerakan dinamis sebagai respons terhadap berbagai faktor eksternal. Dampak dari keputusan pemerintah, perkembangan cuaca, dan kebijakan industri akan terus memainkan peran penting dalam menentukan tren harga di masa mendatang.